Menurut
Satjipto Rahadjo berakhirnya pembuatan hukum, proses hukum baru menyelesaikan
satu tahap saja dari suatu perjalanan panjang untuk mengatur masyarakat. Tahap
pembuatan hukum masih harus disusul oleh pelaksanaannya secara konkrit dalam
kehidupan masyarakat sehari-hari. Inilah yang dimaksud dengan penegakan hukum.
Sebagai
sarana social engineering, hukum
merupakan suatu sarana yang ditujukan untuk mengubah perikelakuan masyarakat,
sesuai dengan tujuan-tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Salah satu
masalah yang dihadapi saat ini adalah apa yang dinamakan oleh Gunnar Myrdal
sebagai softdevelopment, dimana
hukum-hukum tertentu yang dibentuk dan diterapkan ternyata tidak efektif.
Gejala-gejala semacam itu akan timbul, apabila ada faktor-faktor tertentu yang
menjadi halangan. Faktor-faktor tersebut dapat berasal dari pembentuk hukum,
penegak hukum, para pencari keadilan, maupun golongan lain di dalam masyarakat.
Faktor-faktor itulah yang harus diidentifikasikan, karena merupakan suatu
kelemahan yang terjadi kalau hanya tujuan-tujuan yang dirumuskan, tanpa
mempertimbangkan sarana-sarana untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut. Jika
hukum merupakan sarana yang dipilih untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut, maka
prosesnya tidak hanya berhenti pada pemilihan hukum sebagai sarana saja.
Kecuali pengetahuan yang mantap tentang sifat hakikat hukum, juga perlu
diketahui adalah batas-batas di dalam penggunaan hukum sebagai sarana untuk
mengubah ataupun mengatur perikelakuan warga masyarakat. Sebab, sarana yang ada
membatasi pencapaian tujuan, sedangkan tujuan menentukan sarana-sarana apakah
tepat untuk dipergunakan.
Dalam
proses perubahan perikelakuan melalui kaidah-kaidah hukum adalah
konsepsi-konsepsi tentang kaidah, peranan (role),
dan sarana-sarana maupun cara-cara untuk mengusahakan adanya konformitas
(penyesuaian). Yang dimaksudkan dengan peranan adalah suatu sistem
kaidah-kaidah yang berisikan patokan-patokan perikelakuan pada
kedudukan-kedudukan tertentu di dalam masyarakat, kedudukan mana dapat dipunyai
pribadi atau kelompok-kelompok. Pribadi yang mempunyai peranan tadi dinamakan
pemegang peranan (role occupant) dan
perikelakuannya adalah berperannya pemegang peranan tadi, dapat sesuai atau
mungkin berlawanan dengan apa yang ditentukan di dalam kaidah-kaidah. Pemegang
peranan adalah subjek hukum, sedangkan peranan merupakan hak-hak dan
kewajiban-kewajiban yang berkaitan dengan kepentingan hukum.
Suatu
aturan perundang-undangan tidak begitu efektif di dalam mengubah pola perilaku
warga masyarakat. Mungkin masalahnya terletak pada peraturan
perundang-undangannya sendiri yang terlalu rumit dan abstrak untuk diterapkan,
atau mungkin pada para aparat penegak hukum, atau warga masyarakat yang belum
memiliki kesadaran yang tinggi untuk mentaati peraturan, atau mungkin pada
fasilitas pendukungnya. Hal ini tentu menjadi kelemahan dalam proses penegakan
hukum. oleh karena itu, membentuk hukum yang efektif memang memerlukan waktu
yang lama. Hal itu disebabkan, antara lain karena daya cakupnya yang sedemikian
luas, lagi pula hukum itu harus menjangkau jauh ke masyarakat, sehingga
memerlukan pendekatan yang multi-disipliner. Suatu hukum perlu dicoba terlebih
dahulu, karena justru melalui percobaan tadi akan dapat diketahui
kelemahan-kelemahan dan batas jangkauannya di dalam mengubah atau mengatur pola
perilaku masyarakat.
Taatnya
anggota-anggota masyarakat kepada hukum dapat disebabkan oleh dua faktor yang
dominan, yaitu sebagai berikut.
1. Bahwa tujuan hukum identik dengan tujuan
atau aspirasi anggota-anggota masyarakat itu atau dengan kata lain taatnya anggota-anggota
masyarakat pada hukum adalah karena terdapatnya perasaan keadilan dan kebenaran
dalam hukum itu sendiri.
2. Karena adanya kekuasaan yang imperatif
melekat dalam hukum tersebut dengan sanksi apabila ada orang yang berani
melanggarnya ia akan memperoleh akibat-akibat hukum yang tidak diinginkan.
Tidak
semua aturan hukum yang dibuat oleh lembaga yang berwenang dapat dijalankan
secara efektif dan ditaati oleh anggota-anggota masyarakat. Contoh yang sering
kita jumpai adalah pelanggaran lalu lintas dalam hal peraturan mengenai
penggunaan helm saat berkendara. Berikut ini pendapat dari masyarakat yang
mematuhi dan tidak mematuhi peraturan mengenai penggunaan helm saat berkendara.
1. Terhadap pengendara yang memakai helm
saat berkendara, menyatakan mulai tertib memakai helm sejak bisa mengendarai
motor dan mempunyai kesadaran untuk selalu menggunakan helm ketika bepergian
meskipun tidak ada polisi yang menjaga di sepanjang jalan. Umumnya mereka
mengetahui aturan penggunaan helm saat berkendara, dari mulut ke mulut, tetapi
belum terlalu jelas tentang sanksi yang diberikan. Mereka juga setuju dengan
aturan tersebut karena dinilai baik untuk menjaga keselamatan jiwa.
2. Terhadap pengendara yang tidak memakai
helm saat berkendara, mereka menyatakan mengetahui peraturan tentang penggunaan
helm bagi pengendara motor. Mereka memang sengaja tidak menggunakan helm karena
bepergian dekat dan di sepanjang jalan tidak terlihat ada polisi yang berjaga.
Mereka juga mengetahui sanksi terhadap pelanggaran yang mereka lakukan. Mereka
juga setuju terhadap adanya peraturan tersebut karena dinilai penting bagi
keselamatan pengendara. Pengendara ini mengaku hanya menggunakan helm saat
bepergian jauh dan jika ada aparat penegak hukum yang mengawasi.
Dari
penjelasan di atas suatu perundang-undangan lalu lintas khususnya tentang
penggunaan helm bagi pengendara motor tidak begitu efektif penegakannya di
dalam masyarakat. Ada masalah yang timbul dari proses penegakan aturan ini.
Pertama, kurangnya kesadaran masyarakat untuk mentaati peraturan tersebut.
Kedua, aparat penegak hukum dalam hal ini tidak menjalankan kewajibannya untuk
selalu menegakan aturan, hal ini dibuktikan dengan tidak adanya polisi yang
berjaga di sepanjang jalan. Ketiga, kurangnya fasilitas pendukung dalam proses
penegakan hukum, seperti tidak adanya kamera cctv di jalan-jalan raya untuk
memantau lalu lintas. Dari kasus di atas sudah jelas bahwa masyarakat mentaati
aturan karena dua hal sebagaimana telah dijelaskan di atas, yaitu pertama,
karena tujuan hukum sama dengan tujuan atau aspirasi anggota-anggota masyarakat
itu, yang dalam hal ini aturan penggunaan helm dimaksudkan untuk menjaga
keselamatan pengendara. Kedua, karena adanya kekuasaan yang imperatif (bersifat
memerintah atau mengharuskan) yang melekat dalam hukum tersebut dengan sanksi
apabila ada orang yang berani melanggarnya ia akan memperoleh akibat-akibat
hukum yang tidak diinginkan.
Dari
semua penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa hukum merupakan bagian dari
masyarakat dan untuk mengatur pola perilaku masyarakat. Tetapi di dalam
penegakan aturan (hukum) masih ada kelemahan yang tentunya menghambat proses
penegakan hukum dan ini seharunya bisa diperbaiki demi tercapainya tujuan hukum
yang telah dirumuskan.
Sumber Bacaan
Rahardjo,
Satjipto. 2012. Ilmu Hukum. Bandung:
PT Citra Aditya Bakti.
Soekanto,
Soerjono. 2007. Pokok-Pokok Sosiologi
Hukum. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.