cari

Jumat, 07 April 2017

Paradigma Perubahan Sosial

Perubahan-perubahan sosial yang terjadi di dalam suatu masyarakat dapat terjadi karena bermacam-macam sebab. Sebab-sebab tersebut dapat berasal dari masyarakat itu sendiri (sebab-sebab intern) maupun dari luar masyarakat tersebut (sebab-sebab ekstern). Sebagai sebab-sebab intern antara lain, bertambah atau berkurangnya jumlah penduduk, penemuan-penemuan baru, pertentangan (conflict), dan terjadinya suatu revolusi. Sebab-sebab ekstern antara lain, berasal dari lingkungan alam fisik, pengaruh kebudayaan masyarakat lain, dan peperangan.
Perubahan sosial menurut Selo Sumardjan adalah segala perubahan pada lembaga kemasyarakatan yang mempengaruhi sistem sosial yang termasuk di dalamnya nilai, sikap, pola perilaku di dalam kelompok masyarakat. Perubahan dimulai dari lembaga-lembaga sosial yang mencangkup nilai (sesuatu yang dianggap baik atau buruk), sikap, dan perilaku untuk kemudian diterapkan oleh kelompok masyarakat tersebut.
Menurut Karl Mainhaim inti dari perubahan sosial adalah perubahan aturan atau kaidah atau norma. Jadi, kalau aturannya berubah maka akan mempengaruhi lembaga sosial, sikap, dan perilaku masyarakat.
Hubungan antara perubahan sosial dengan perubahan hukum adalah ada kalanya hukum mengubah pola perilaku masyarakat dan ada kalanya juga masyarakat ikut andil dalam mengubah hukum, keduanya saling berinteraksi. Berikut ini penjelasan dari hubungan antara perubahan sosial dengan perubahan hukum.
1.         Hukum sebagai pelayan masyarakat, artinya agar hukum tidak tertinggal oleh perubahan laju masyarakat, maka hukum mengikuti kemauan masyarakat. Dalam paradigma ini dikenal Teori Utilitas yang dikemukakan oleh Jeremy Bentham yang menyatakan bahwa “hukum bertugas mewujudkan kebahagiaan bagi sebanyak-banyaknya orang”. Dalam paradigma ini hukum sifatnya mengabdi kepada masyarakat. Masyarakat sudah berubah, kemudian hukum tinggal mengesahkan (aturan formal).
2.          Hukum menciptakan perubahan bagi masyarakat atau memicu perubahan dalam masyarakat. Dalam paradigma ini dikenal Teori The Law Is a Tool Of Social Engeenering (hukum sebagai alat rekayasa sosial) yang dikemukakan oleh Roscoe Pound. Rekayasa sosial yang dimaksud disini adalah untuk merancang masyarakat agar sesuai dengan masa depan, hukum digunakan untuk mencapai tujuan itu. Jika dibiarkan secara alami maka masyarakat tidak akan berkembang. Dalam paradigma ini hukum adalah sebagai alat rekayasa sosial untuk membuat perubahan dalam masyarakat.
Berikut ini adalah beberapa contoh dari penerapan kedua paradigma tentang hukum di atas.
1.        Adanya peraturan tentang angkutan umum online, yaitu diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 32 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak dalam Trayek yang dijelaskan dalam Bab IV tentang Penyelenggara Angkutan Umum dengan Aplikasi Berbasis Teknologi Informasi. Akhir-akhir ini publik memang diramaikan dengan perselisihan antara para pengemudi angkutan umum konvensional dengan pengemudi angkutan umum online. Hal ini dipicu oleh saling berebut penumpang, selain itu para pengemudi angkutan umum konvensional menganggap bahwa praktik angkutan online ilegal karena tidak membayar pajak dan tidak ada payung hukum yang mengaturnya. Mereka menuntut agar angkutan online dilarang beroperasi. Di sisi lain angkutan online sangat membantu dan memberi manfaat bagi masyarakat penggunanya karena pemesanannya dianggap lebih mudah. Dalam hal ini pemerintah akhirnya membuat peraturan tentang pemberlakuan angkutan umum online, yaitu dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 32 Tahun 2016. Dari contoh ini dapat dipahami bahwa hukum berkembang mengikuti laju perubahan masyarakat. Pada zaman dahulu angkutan umum online masih belum ada tetapi seiring dengan perkembangan zaman angkutan online kini menjadi pilihan bagi warga yang ingin bepergian. Dalam kasus ini hukum mengikuti kemauan masyarakat dengan memberikan jaminan (legalitas) bagi pemberlakuan angkutan umum online.
2.          Adanya Peraturan Walikota Blitar Nomor 15 Tahun 2011 tentang Program Rintisan Wajib Belajar 12 Tahun. Dalam pasal 2 dijelaskan bahwa “(1) Program Rintisan Wajib Belajar 12 Tahun berfungsi mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan bagi setiap warga Kota Blitar usia 7 Tahun sampai 18 Tahun. (2) Program Rintisan Wajib Belajar 12 Tahun bertujuan memberikan pendidikan minimal bagi warga masyarakat Kota Blitar untuk dapat mengembangkan potensi dirinya agar dapat hidup mandiri di dalam masyarakat atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi”. Dapat dipahami bahwa peraturan tersebut merupakan sarana untuk menjamin dan meningkatkan kualitas pendidikan bagi warga Kota Blitar untuk mengenyam pendidikan dasar dan menengah selama 12 tahun. Hal ini bertujuan memberi akses bagi warga Kota Blitar untuk meneruskan pendidikannya ke perguruan tinggi agar sumber daya manusia di Kota Blitar menjadi lebih baik dan mempunyai daya saing yang tinggi di era modern ini. Dari penjelasan tersebut, hukum (Peraturan Walikota) dijadikan sebagai alat rekayasa sosial atau alat untuk mengubah masyarakat (agent of change) untuk menciptakan perubahan dalam masyarakat Kota Blitar yang semula hanya wajib mengikuti pendidikan dasar dan menengah selama 9 tahun tetapi kini menjadi 12 tahun. Secara tidak langsung aturan ini akan mengubah pola pikir masyarakat akan pentingnya pendidikan di zaman modern seperti ini.
Dari semua pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa hubungan antara perubahan sosial dengan perubahan hukum memang tidak bisa dipisahkan keduanya saling berkaitan. Ada kalanya hukum mengubah pola perilaku masyarakat dan ada kalanya juga masyarakat ikut andil dalam mengubah hukum. Tetapi, menurut Soerjono Soekanto perubahan sosial dan perubahan hukum tidak selalu berlangsung bersama-sama. Artinya pada keadaan-keadaan tertentu perkembangan hukum mungkin tertinggal oleh perkembangan unsur-unsur lainnya dari masyarakat serta kebudayaannya atau mungkin hal yang sebaliknya yang terjadi.

Sumber Bacaan
Catatan kuliah Sosiologi Hukum, dosen pengajar Zulfatun Nikmah M. H.
Soekanto, Soerjono. 2007. Pokok-Pokok Sosiologi Hukum. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.